Sentra Shuttlecock di Kab. Tegal, Berpotensi Jadi Kampung Wisata

sentra shuttlecock di lawatan kabupaten tegal

sentra shuttlecock di lawatan kabupaten tegalKampung wisata yang berlatar belakang pada sentra kerajinan saat ini terus digalakkan. Melalui pengembangan konsep kampung wisata industri akan lebih mengangkat produk industri lokal yang dihasilkan. Apabila produk tersebut telah dikenal oleh masyarakat luas, secara otomatis daerah penghasil produk tertentu ikut terangkat pula. Dari konsep wisata kampung industri itu juga akan mampu menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dari sektor pembuatan barang maupun pariwisata terutama di Kabupaten Tegal.

Di Kabupaten Tegal sendiri, khususnya di Kecamatan Dukuhturi, tepatnya Desa Lawatan merupakan salah satu sentra penghasil shuttlecock terbesar di daerah tersebut. Produk shuttlecock yang dihasilkan telah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia terutama Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dengan berbagai tingkatan kualitas. Dengan potensi yang dimiliki desa tersebut, pengelolaan dan pengembangan sentra tersebut masih dapat dimaksimalkan.

Salah satu perajin, Muhamad Sumitro Daud (39), yang memproduksi shuttlecock di desa Lawatan, mengatakan bahwa jenis produk terkenal yang dihasilkan di Lawatan adalah shuttlecock. “Dari industri tersebut mampu menyerap tenaga kerja hingga ribuan orang sehingga mampu menjadi penopang ekonomi masyarakat,” katanya.

Kampung Lawatan selama ini secara alamiah menjadi sentra pembuatan kerajinan shuttlecock. “Apabila potensi yang ada dikelola dengan baik, otomatis desa itu lebih maju lagi. Produk hasil kerajinan tangan dengan bahan dasar bulu unggas khas Lawatan telah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia,” terangnya. Dengan kondisi sekarang ini Desa Lawatan bisa dikembangkan menjadi salah satu kampung wisata industri yang berbasis pembuatan shuttlecock. Dia mengatakan, jumlah perusahaan besar yang memproduksi shuttlecock ada sekitar 15, untuk tingkat menengah ada sekitar 50 rumah produksi, sedangkan untuk kelas kecil mencapai 50 rumah produksi.

Perbedaan kelas tersebut berdasarkan jumlah produksinya per bulan. Apabila pengusaha besar dalam satu bulan bisa menyelesaikan hingga 8.000 slop per bulan. Kelas menengah rata-rata mampu memproduksi shuttlecock antara 1.500 slop sampai 2.500 slop per bulan, sedangkan pengusaha kecil hanya mampu memproduksi sekitar 500 slop per bulan. “Dengan melihat potensi yang ada, sebenarnya Lawatan bisa dijadikan sebagai kampung wisata industri, sehingga bisa memberi nilai tambah bagi masyarakat sekaligus mengangkat nama Kabupaten Tegal,” katanya. (Amin Thoyib M/UPL)

Sumber: Disperindag Kab. Tegal

Related posts

Leave a Comment