Dianugerahi kekayaan potensi alam seringkali menghadapkan diri kita pada kenyamanan, keadaan yang kontraproduktif dengan apa yang seharusnya dilakukan, yaitu memanfaatkan segala potensi yang diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat luas. Contoh nyata terjadi pada negera kita, negara besar Indonesia yang kaya akan potensi pariwisata, baik alam maupun budaya harus menghadapi kenyataan pahit karena kalah bersaing dengan negara “baru kemarin” seperti Thailand dan Malaysia. Dari sisi penerimaan devisa, pariwisata Indonesia hanya menyumbang setengah dari Malaysia dan seperempat dari Thailand. Dari sisi competitiveness index, daya saing pariwisata Indonesia harus puas berada di peringkat 50, kalah dari Malaysia dan Thailand yang mampu menempatkan diri di peringkat 25 dan 30. Indonesia seperti petinju kelas berat yang keok dengan kelas teri karena tak mampu mengeluarkan kekuatannya yang besar.
Berkaca dari kenyataan pahit pariwisata nasional maka sudah selayaknya muncul kesadaran dan usaha dari pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Tegal untuk lebih bijak memanfaatkan potensi yang ada, termasuk potensi pariwisata di Kabupaten Tegal yang kaya dan menjadi kekuatan besar apabila mampu dioptimalkan untuk mendukung kesejahteraan dan pembangunan lokal. Di satu sisi, puji syukur karena penulis melihat semakin besarnya geliat usaha pengembangan sektor pariwisata yang datang dari kesadaran masyarakat lokal Kabupaten Tegal. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya kehadiran obyek wisata baru yang lahir dari swadaya masyarakat lokal, seperti pembukaan obyek wisata Batu Agung dan Danau Ratu Beko di Margasari, Curug Penganten di Bumijawa, Curug Putri di Dukuhbenda serta obyek wisata baru lainnya yang lahir dari swadaya masyarakat. Terlepas dari kekurangannya, fenomena pembukaan obyek wisata yang semakin marak ini menjadi bukti geliat perkembangan sektor pariwisata yang semakin memberi angin segar untuk masa depan sektor pariwisata Kabupaten Tegal.
Jika diamati, pola perkembangan setipe ini juga pernah dialami oleh beberapa daerah yang saat ini maju sektor pariwisatanya, seperti Kabupaten Gunung Kidul yang terkenal dengan kawasan pantai dan Goa Pindulnya dan Kabupaten Bantul yang terkenal dengan kebun buah Mangunan dan hutan pinus. Jika menarik beberapa tahun ke belakang, kedua kabupaten yang terletak di Yogyakarta ini dulunya hanya menjadi second choice/pilihan kedua bagi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta, berjalannya waktu muncul kesadaran masyarakat untuk mengembangkan sektor pariwisata alam dan budaya, kesadaran masyarakat tersebut dibuktikan dengan maraknya pembukaan atraksi wisata baru secara swadaya masyarakat dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada. Obyek wisata Goa Pindul, Air Terjun Sri Gethuk, Kali Suci, Desa Wisata Nglanggeran dan beragam desa wisata lainnya merupakan produk atraksi wisata yang lahir dari tangan dan hasil gotong royong masyarakat lokal di sana. Fenomena ini kemudian semakin menggeliatkan sektor pariwisata di kedua kabupaten tersebut bahkan semakin meluas hingga ke daerah sekitarnya, seperti Kabupaten Kulonprogro dan Pacitan. Dampak dari fenomena tersebut yang paling mudah diamati adalah adanya kenaikan sumbangan sektor pariwisata ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gunung Kidul sebesar 400 persen di tahun 2012 (Laporan Akhir Tahun Dinas Pariwisata Provinsi Yogyakarta, 2012). Kini, kedua kawasan tersebut menjadi destinasi wisata unggulan Provinsi Yogyakarta.
Berkaca pada kedua daerah tersebut, maka besar harapan fenomena pembukaan obyek wisata baru di beberapa daerah yang semakin marak terjadi akan menjadi titik tolak bagi perkembagnan sektor pariwisata di Kabupaten Tegal secara umum. Sinergisitas dan kerjasama saling bahu-membahu antar unsur pentahelix tentu menjadi syaratnya, yaitu mencakup pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, dan media. Di sini penulis lebih menitik beratkan pada peran vital pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan pembuat regulasi (authority) yang mampu memfasilitasi kerjasama antar keempat elemen lainnya.
Pertama, pemerintah harus mampu mendefinisikan bahwa fenomena yang terjadi belakangan ini adalah sebuah momentum besar dan titik tolak bagi pengembangan sektor pariwisata Kabupaten Tegal. Kedua, pemerintah harus berkomitmen untuk mengoptimalkan momentum tersebut dengan sebaik-baiknya, salah satunya keseriusan dalam membuat Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPD) dan kawasan strategis pariwisata serta menyosialisasikannya kepada stakeholder terkait agar muncul dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat Kabupaten Tegal. Ketiga, memberikan dukungan dan motivasi kepada masyarakat yang telah tergerak untuk mengembangkan potensi pariwisatanya. Dalam hal ini keberadaan pemerintah di lapangan mutlak dibutuhkan, yaitu sebagai pendamping atau fasilitator selama proses inisiasi hingga masyarakat mampu mandiri. Keempat, pemerintah memiliki peran untuk membuka jaringan dan kerjasama dengan berbagai pihak, baik antar kelembagaan pemerintah, akademisi maupun dengan pihak swasta pemilik modal.
Geliat pariwisata di atas sekali lagi merupakan momentum besar yang apabila mampu dioptimalkan niscaya akan menjadi titik tolak bagi kemajuan pariwisata di Kabupaten Tegal.
Melihat potensi yang dimiliki dan peluang pasar wisatawan yang masih terbuka lebar, maka menjadi keniscayaan masa depan pariwisata kita akan lebih membanggakan, semua tergantung pada keseriusan dan komitmen untuk bahu-membahu menyulap potensi menjadi atraksi yang berkualitas.
Ditulis oleh:
Rizqi Prasetiawan
Mahasiswa Akhir Program Studi Pariwisata UGM
Co-Founder Ruang Tegal Muda