Gambaran apa yang terlintas pada pikiran Sampeyan ketika diaturi atau malah diminta makan “Ponggol Setan”? Sampeyan tentu bakal celingukan dan bertany-tanya, masakan atau makanan dari mana itu? kok serem banget?
Sebab, kalau mendengar kata ponggol untuk sebagian masyarakat pantai Utara Jateng bagian barat, mungkin sudah sedikit tau.
Ponggol adalah nasi dengan sambel goreng tempe (soal sambel goreng ini pun bisa bermacam-macam variasi, bahkan namanya) yang dibungkus atau dipincuk dengan daun pisang. Sajiannya sederhana namun dikenal nikmat dan sedap, dan mengenyangkan perut.
La kalau “Ponggol Setan”?
Saya yakin sekali lagi Sampeyan bakal menolak. Mungkin dalam hati Sampeyan bertanya, jangan-jangan nasi sesaji yang dipersembahkan untuk para setan?
Saya bisa memahami sikap seperti itu. Namun bila Sampeyan di Tegal, maksudnya Kota Tegal, tidak perlu bingung. Caplok, eh iyakan saja ajakan makan dari teman atau saudara Sampeyan.
Dijamin halal, karena tidak mengandung lemak babi, apalagi lemak setan!
Ya, kalau saya ditanya makanan apa yang paling hot sekaligus bikin otak melayang-layang, maaf bukan karena nikmat perkara ini tiap lidah bisa berbeda selera, tidak lain dan bukan adalah “Ponggol Setan”.
Itu nama makanan yang dalam beberapa kali omong-omong dengan teman, saya sebut paling provokatif dibanding makanan-makanan khas lain seperti sega kucing, semar mendem, ketoprak, atawa yang lain. Bayangkan, “Ponggol Setan”!
Bahkan, inilah merek asli made in Tegal. Sampeyan baik yang dari Tegal maupun luar boleh mendebat.
Tapi, tolong tujukan nama makanan yang seprovokatif dan sedahyat itu? Apa tidak hebat wong Tegal, makan “Ponggol” dengan embel-embel “Setan”?
Saya sendiri tidak tahu dari mana nama seimajinatif itu lahir. Sebelumnya dapat dibeli di sebuah rumah (bukan rumah atau warung makan) yang lokasinya ndlesep alias sembunyi di belakang sebuah apotik, Jl. AR Hakim.
Namun, setelah makanan itu moncer dan jadi buah bibir dan mulut di mana-mana, sekarang banyak pedagang yang menjual. Terlebih di Alun-alun Tegal.
Hanya kalau Sampeyan mau membeli pada pagi atau siang hari, dijamin tidak akan menemukan. Ponggol ini hanya dijual di malam hari.
Nah, mungkin karena itulah wong Tegal kemudian menyebutnya “Ponggol Setan”. Ibarat setan, konon penampakannya malam hari bukan?Namun bukan perkara waktu saja sebenarnya ponggol ini mendapat brand aneh. Dari perasaan belum kenyang meskipun sudah makan satu pincuk itulah konon yang membuat disebut “Ponggol Setan”. Yang juga lebih menguatkan namanya adalah sambal gorengnya yang sangat pedas dan dijamin bisa membuat Sampeyan “kesetanan”.
Dibandingkan makanan atau masakan lain di Tegal seperti kupat glabed, kupat bongkok, soto Tegal, sate Tegal, dan kupat blengong, “Ponggol Setan” adalan nama simbolik yang dalam istilah suhu marketing Hermawan Kertajaya, brand yang mempunyai diferensial paling kuat.Bahkan, dibandingkan nama-nama makanan aneh dari luar Tegal seperti sate jaran, sate kletak atau soto gebrak sekalipun atau bahkan di Indonesia “Ponggol Setan”-lah makanan yang paling radikal sekaligus menantang.
Orang yang tidak tahu akan membayangkan begitu hebatnya wong Tegal, sampai-sampai nasi bungkus setan dimakan.
Setan tidak malah ditakuti, dijauhi tapi malah dimakan. Edan, dinikmati ramai-ramai di rumah atau di lesehan. Di buru beramai-ramai karena untuk mendapatkan makanan itu di sejumlah penjualnya, harus antre.
Mencermati fenomena sekaligus realita inilah saya merasa telah menemukan sesuatu yang sudah lama hilang di Tegal. Kreatifitas sekaligus pentingnya sebuah brand.
Meskipun untuk kasus “Ponggol Setan” ini kelahirannya dibentuk konsumen.
Sebab kalau meminjam istilah Rhenald Kasali, Ph. D, pakar manajemen dari UI, selama ini wong Tegal telah terbuai dengan bisnis komoditas. Hampir semua produk industri khususnya logam dari Tegal, tidak ada yang bermerk. Orientasinya masih komoditi, masih jual beli produk tanpa merek. Malah sebutan “Jepangnya Indonesia” karena bisa meniru kerajinan logam manapun, sebenarnya mengukuhkan “rendahnya” kreatifitas itu. Dari pompa air, aksesoris kendaraan, onderdil, dan berbagai jenis produk logam serta industri lainnya, nyaris tanpa merek atau kalau toh ada tidaklah kuat. Pengusaha atau penyalur besarlah yang pintar memanfaatkan dengan memberi merek mereka.
Sungguh, bicara merek, bicara brand, kalau boleh sedikit sombong, “Ponggol Setan”-lah satu-satunya produk yang menurut saya paling berani dan memantapkan made in Tegal-nya.
Tidak ada produk yang menyamai keunikan sekaligus kegilannya berimajinasi. Kalau Sampeyan tidak percaya, silahkan coba.
Datang saja ke Tegal, dan bersiaplah merasakan pengalaman “menegangkan” dengan “Ponggol Setan”.
Ditulis oleh Surali Andi Kustomo pada Suara Merdeka 18 Oktober 2006