Banjaran, Kota Kecil yang Kini Makin Semrawut

tugu botol banjaran
tugu botol banjaran
tugu botol banjaran. foto: @bakrieart

Liburan kemarin, Sabtu, 7 Mei 2016 saya berkunjung ke Banjaran dengan melewati jalan Raya Singkil – Banjaran. Di sepanjang jalan Raya Banjaran beridiri toko-toko dan pedagang kaki lima yang memanfaatkan pedestrian (jalan untuk pejalan kaki). Tulisan ini sebenarnya tulisan lama yang saya tulis sejak tahun 2009 yang pada waktu itu memang kondisinya sudah kumuh dan kini saya melihat semakin kumuh bahkan semakin semrawut.

Selama 3 tahun saya sekolah di MAN Babakan Pulang Pergi yang selalu melewati Kota Banjaran dari tahun 1993 s/d 1996. Sebelum pasar Banjaran direhab, kondisi lingkungan sekitar terkesan kumuh tapi kebersihan di sepanjang jalan Banjaran kondisinya tetap terjaga. Kira-kira awal tahun 1994 pasar tradisional Banjaran direhab dengan menggabungkan dua konsep tradisional dan semi modern (pasar tradisional yang dikelola secara tradisional yang memadukan antara sistem transaksi tradisional dalam bangunan fisik modern). Dikatakan demikian karena bangunan pasar tersebut merupakan perpaduan bangunan modern dan semi tradisional yang terdiri dari kios-kios dan lapak-lapak dengan susunan tata letaknya yaitu ditengah lapak dan dikelilingi oleh kios-kios. Diketahui bahwa perencana kota mencoba ingin mengubah image pasar tradisional agar tidak terkesan kumuh sehingga dibuatlah bangunan pasar dengan 2 lantai. Lantai bawah untuk pasar tradisional dan untuk lantai atas dibuatlah untuk pasar semi modern dalam hal ini kita kenal dengan nama Pasar Banjaran Permai (BP).

Namun akhir-akhir ini, pasar tradisional yang diinginkan adalah pasar tradisional yang rapi, bersih, nyaman, dan tempat parkir yang luas yang dapat mendukung aktivitas transaksi jual-beli di pasar seakan terabaikan begitu saja. Coba tengok saja di lingkungan BP, di halaman depan yang seharusnya dipergunakan sebagai lahan parkir beralih status menjadi tempat pedagang K5. Di depan pintu masuk berderet penjual makanan sehingga lalu lintas untuk masuk ke dalam pasar menjadi terhambat. Di tangga (eskalator) menuju lantai atas juga dipenuhi para pengemis yang mencoba mengais rejeki dengan mengharapkan pemberian dari pengunjung pasar, juga tidak sedikit terlihat anak muda dan pelajar yang nongkrong-nongkrong di depan pintu masuk lantai 2 BP. Belum lagi di sepanjang jalan Banjaran diperparah dengan lapak-lapak pedagang K5 yang tidak tertata rapi sehingga mengesankan Banjaran yang kumuh, semrawut dan kotor.

Tidak tersedianya lapak bagi pedagang K5 di sepanjang jalan Banjaran, terutama di depan Pegadaian Banjaran banyak berjejer “pasar jongkok” yang menjual barang loak di trotor jalan jelas mengganggu pengguna jalan di trotoar tersebut. Ditambah lagi parkir becak dan sepeda motor dari para pengunjung yang memanfaatkan badan jalan tentu sangat mengganggu kelancaran lalu lintas kendaraan.

Selain Pasar Banjaran, pemanfaatan terminal Adiwerna masih belum dimanfaatkan semestinya. Lahan terminal yang dahulu adalah kuburan Cina (Bong Cina), kini telah disulap menjadi terminal kelas Tipe B, yaitu yang berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta angkutan pedesaan (ADES). Tidak diberdayakannya terminal Adiwerna tersebut, kini Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Pemkab Tegal merevitalisasi Terminal Adiwerna yang kini mangkrak akan dijadikan sebagai Pasar Rongsokan besi-besi tua, pasar Ikan dan Pasar Burung.

Warga Tegal kini sedang menunggu kinerja pemerintah agar kondisi yang demikian dapat ditangani. Apabila dibiarkan dan tidak ada langkah-langkah antisipasi dari pemerintah daerah Kabupaten Tegal untuk mengatasi hal ini tentu akan menjadikan Banjaran sebagai kota yang rapi, bersih, nyaman, susah untuk diwujudkan. Untuk itu perlu adanya penataan dan pembinaan terhadap pedagang K5 agar Kota kecil Banjaran sebagai kota yang bersih, nyaman dan tentram dapat terwujud. Semoga!!

Ditulis oleh: Imam Bukhori

Related posts

Leave a Comment