Pengaruh itu terasa pada peninggalan budaya di bidang kesenian, hingga sekarang dapat dikata hanya daerah Tegal saja yang terdapat tarian SINTREN dan LAIS, Sintren lebih terkenal daripada Lais.
Tarian Sintren ataupun Lais adalah tarian yang berdasarkan magis, yang diadakan dalam upacara adat untuk mohon hujan diadakan selama 40 malam berturut-turut.
Sintren yang pegang peran adalah gadis yang masih murni bila gadis itu sudah tidak murni lagi maka tidak akan dapat menerima rokh yang akan masuk kedalam badannya.
Lais yang pegang peran adalah bujang (jejaka), juga harus yang masih murni. Baik sintren ataupun lais didampingi oleh BODOR (pelawak), sebanyak dua orang. Tari-tarian itu dilakukan dalam keadaan tidak sadar (kesurupan).
Kedua macam tarian itu berbeda baik nyanyian ataupun instrument yang untuk mengiringinya . Sintren diiringi dengan gambang dan gendang, sedangkan lais diiringi dengan gambang dan buyung (gentong kecil). Lagunya juga berbeda, syair yang untuk mengiringinya pun berbeda.
Kesenian Sintren dan Lais adalah peninggalan kebudayaan daerah Tegal, dan mereka di daerah pantai utara P. Jawa. (Karesidenan Pekolongan) dan sudah ada sejak sebelum kedatangan bangsa-bangsa lain.
Adapun peninggalan kebudayaan peninggalan daerah Tegal asli antara lain wayang kulit dan wayang golek Tegal yang kini langka di Tegal, dan kalau tidak terpelihara akan musnah, dan nanti yang menderita kerugian adalah bangsa Indonesia, khususnya rakyat Tegal. Selain itu juga di Tegal masih terdapat tarian topeng asli dan penarinya antara lain Ny. Witri dari Slarang Lor (Slawi). Dan bila tidak di bina akan segera punah. Topeng peninggalan (buatan) Ki Casipah yang hidup di awal abad ke-18 sudah langka didapat.
Rekan kami, @khaerul.ikhwan menambahkan, sejauh yang dia tau sintren itu budaya Pantura bukan hanya Pemalang dan Tegal, meskipun kemasannya sedikit berbeda. Yang menjadi lakon dalam sintren itu harus perempuan yang masih perawan dalam konotasi yang sebenernya. Makanya banyak kita liat sintren itu gadis gadis muda. Kemudian yang masuk ke tubuhnya gadis itu ceritanya Nyi Rantam Sari.
Konon, tradisi sintren itu diadakan ketika musim kemarau untuk dengan maksud mendatangkan hujan dan harus 40 hari berturut-turut. Pada hari terakhir, ada semacam sedekah. Namun sintren sekarang sudah berbeda dengan yang dahulu. Kini tidak sampai 40 hari, namun hanya beberapa hari saja, bahkan hitungan jam. Dan lucunya lagi, bahkan ada yang berpura-pura kerasukan. Namun kita tetap harus menghargai usaha tersebut demi menjaga kelestarian budaya sintren.
Oh ya, bagi kita yang menonton sintren (ceritanya) bisa ngambil berkahnya dengan wewangian yang diberikan sintren tersebut. Biasanya dengan cara “mbalang” (melempar) sintrennya dengan kain atau baju atau jaket kita,kemudian pawang sintren akan ngambil kain tersebut untuk dioles dengan wewangian, kemudian sintrennya akan mengembalikan ke pemilik dengan di tukar dengan uang (sawer).
Sumber: Sejarah Tegal oleh Sumarno, BA.