Setelah Kota Tegal diduduki Belanda maka markas pejuang dipindahkan ke Bumijawa, Kabupaten Tegal, tepatnya di Desa Muncanglarang. Suatu hari Letkol Susman, komandan pejuang, mencurigai aktivitas mata-mata di sekitar markasnya. Esoknya (2/9/1947), markas pejuang dibombardir Belanda. Dengan dukungan pesawat tempur, Belanda berhasil menguasai Bumijawa. Belanda mengadakan pesta atas kemenangan yang gilang gemilang itu, kemenangan yang diraih tanpa seorang pun tentaranya tewas. Dengan jatuhnya markas pejuang Tegal maka seluruh Tegal (kota maupun kabupaten) telah berhasil dikuasai mereka. Demikian anggapan mereka. Mereka tidak tahu bahwa dalam serangan ini memang tidak ada tentara Belanda yang mati tetapi juga tak ada korban jiwa di pihak Indonesia. Semua pejuang sudah menyingkir sehari sebelumnya. “Biarkan mereka bersenang-senang sebentar, nanti malam kita akan merebut kembali Bumijawa”, tekad Letkol Susman.
Letkol Susman bersama seorang pejuang menyamar sebagai rakyat jelata. Seperti orang panik, keduanya berbaur bersama rakyat yang mengungsi ke sana ke mari. Dari hasil “ke sana ke mari” itulah Letkol Susman bisa mengetahui posisi dan kekuatan tentara Belanda. Di pendopo kecamatan, tentara Belanda sedang berpesta atas keberhasilannya menguasai Bumijawa. Hanya beberapa meter dari pasukan Belanda itu, serombongan rakyat yang kelaparan minta makanan pada Pak Camat. Salah seorang rakyat yang “kelaparan” itu adalah Letkol Susman. Dengan cara ini ia berhasil menemui Pak Camat, juga para lurah. Mereka mengadakan pembicaraan rahasia membahas rencana mengusir Belanda dari Bumijawa.
Pada siang hari tanggal 2/9/1947 penjajah Belanda menguasai Bumijawa, Kabupaten Tegal. Malam harinya, setelah melalui proses perencanaan yang melelahkan, pejuang mengepung markas Belanda. Biasanya pejuang Indonesia menggunakan taktik “serang dan lari” namun kali ini mereka tak akan lari. Hanya ada dua pilihan : gugur atau berhasil mengusir Belanda dari Bumijawa. Pertempuran sengit berlangsung sampai jam 5 pagi. Seperti biasa, tentara Belanda menghambur-hamburkan peluru ke segala arah : berharap bisa menakut-nakuti pejuang. Sementara Belanda melakukan serangan ngawur, pejuang menyerang secara teratur dan terarah. Waktu memasuki kota Tegal dada tentara Belanda dibusungkan, kini dada mereka dipenuhi perasaan takut. Kesombongan mereka waktu menyerang kota Tegal kini harus dibayar mahal dengan banyaknya tentara Belanda yang tewas di ujung peluru.
Pada perang di Bumijawa, Tegal, malam hari tanggal 3/9/1947 tentara Belanda kalah telak. Dengan demikian Belanda menguasai Bumi Jawa hanya beberapa jam saja. Sungguh naif jika Belanda beralasan bahwa kondisi malam yang gelap dan hujan rintik menyebabkan mereka terdesak. Tentara Belanda sudah terlatih di berbagai medan perang dan dalam segala cuaca (mereka aktif dalam Perang Dunia II di medan Eropa dan Asia). Mereka biasa perang di malam hari. Perang dalam kondisi gerimis ? Itu masalah kecil karena mereka biasa bertempur di medan bersalju. Sebaliknya dengan pejuang Tegal yang pengalamannya masih minim. Pejuang Tegal belajar ilmu perang dari Jepang hanya paling lama 3 tahun. Sebagian besar pejuang Tegal belum pernah mengalami perang betulan. Pemilihan waktu serangan malam hari adalah kecerdikan pejuang Tegal. Pada malam hari pesawat tempur Belanda tidak berdaya. Singkat kata, Belanda harus menerima kenyataan pahit bahwa pemuda-pemuda Tegal – yang lima tahun lalu masih buta masalah militer – kini menjadi pasukan perang yang tangguh. Akhirnya tentara penjajah ini meninggalkan Bumijawa. Go to hell !
Berita kemenangan pejuang dalam perang melawan Belanda di Bumijawa menyebar luas dengan cepat. Bahkan kabar gembira tsb sampai ke telinga Panglima Besar Jendral Sudirman dalam waktu beberapa jam saja. Kemenangan di Bumijawa mengobarkan semangat juang pahlawan-pahlawan kita di semua daerah. Di banyak medan pertempuran, dengan taktik yang digariskan oleh Jendr. Sudirman, pejuang-pejuang kita hampir selalu menang melawan Belanda. Sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan, pada tanggal 3 September 1947 pejuang dan rakyat mengadakan acara syukuran dan upacara kemenangan atas perang di Bumijawa. Yang membuat mereka bangga adalah pada saat upacara akan dimulai datang kurir membawa surat dari Jendral Sudirman. Melalui surat tersebut Jendral Sudirman memberikan penghargaan atas keberhasilan pejuang-pejuang Tegal mengusir Belanda.
Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal. Ditulis ulang di laman facebook Yuastore Tegal.
Gambar cover: Si Djadoel.